Sabtu, 24 Agustus 2013

jangan salah menilai seseorang

Penampilan orang memang kadang menipu. Orang yang penampilannya dekil belum tentu kantongnya tipis, bisa jadi ia malah orang kaya. Sebaliknya, orang yang kelihatannya perlente belum tentu juga banyak duit. Jadi benar apa kata pepatah, “jangan nilai buku dari sampulnyaâ€, maka berhati-hatilah menilai orang. Seorang kawan pernah malu berat gara-gara salah menilai seseorang. Saat itu ia bermaksud menjemput kedatangan seorang big bos di bandara. Masalahnya hanya satu, ia belum pernah bertemu dan tahu muka si big bos itu. Nah, di tempat kedatangan, dengan memperhatikan ciri-ciri khas perusahaannya, kawan saya itu pun memastikan bahwa dua orang pria yang sedang celingak-celinguk bingung adalah benar big bos yang ia jemput. Dengan percaya diri tinggi, ia pun menyapa keduanya. “Maaf Bapak dari PT Anu ya?†tanya kawan saya. Setelah mereka tersenyum dan mengangguk, kawan saya pun menyalami dengan hormat pria bertubuh gemuk dan agak mengabaikan pria kecil kurus di sampingnya. “Mari, mari Pak Bos, kita ke mobil, sini saya bawakan tasnya…†ucap kawan saya. Dari situlah situasi berubah menjadi kikuk setelah pria gemuk itu menjelaskan bahwa sang big bos ternyata pria kecil kurus di sampingnya. Pria gemuk itu hanyalah karyawan biasa yang mendampingi si bos dalam perjalanan. Beginilah jadinya kalau kesimpulan hanya berdasar penilaian bentuk fisik seseorang. Betapa malunya kawan saya terhadap tamu tersebut. Menilai seseorang dari tampang juga bukan tindakan yang bijak. Bisa-bisa orang lain tersinggung gara-gara penilaian kita.
Setiap orang mempunyai jalan hidup yang berbeda dengan yang lain. Jatuh bangun, sedih dan susah, suka dan duka, kesuksesan dan kegagalan, merupakan sebuah garis tangan yang harus dilalui oleh setiap orang. Tingkat dari hal-hal tersebut di atas, akan berbeda bagi setiap orang baik. Ikhtiar dan doa adalah hal yang menjadi point utama dalam mengarungi hidup di atas bumi ini, semata-mata untuk mendapatkan Ridho dari Allah subhanahu wa ta'ala. Kadang kita berada di bawah, selanjutnya ke atas, kemudian mungkin kita kembali berada di bawah. Tingkat pengendalian diri untuk senantiasa bersikap tenang dalam menghadapi sebuah problem menjadi variabel penting agar kita dapat tetap survive bahkan untuk lebih berkembang. Pada suatu saat kita berada dalam lingkar kebingungan, kegundahan, kecemasan yang biasanya tidak dapat diobati dengan obat-obatan resmi resep dokter. Konsentrasi terhadap suatu masalah dan tak lupa mengkonsumsi obat berupa suntikan hikmah untuk mengambil pelajaran dari kejadian yang menimpa kita juga menjadi hal yang penting.